"SUGENG RAWUH DATENG PORO DULUR LAN BOLO....".

Laman

Rabu, 13 Juli 2022

Ekonomi ala Islam: Halalan-Thoyyiban dan Ikhtiar-Tawakkal

Ekonomi. Kehidupan manusia tak lepas dari satu kata tersebut. Tak lepas bukan saja berarti sebuah ketergantungan, namun kita juga perlu menempatkan posisi manusia dan ekonomi merupakan satu bagian yang saling berhubungan dan satu kesatuan. Dalam buku pengantar antropologi dijelaskan bahwa manusia mempunyai kebudayaan, dan dalam unsur kebudayaan manusia terdapat kegiatan ekonomi. Tanpa manusia, aktivitas ekonomi adalah nihil. Pun demikian, tanpa ekonomi gerak pemenuhan kebutuhan hidup manusia tidak ada. Sehingga kata kesejahteraan merupakan hal yang fana. Hal tersebut berlaku mulai zaman pra aksara hingga zaman modernisme yang serba "sat-set" sekarang melanda. Ket biyen sampe saiki, sampe menesuk. Kira-kira seperti itulah gambaran hubungan arek loro iku, si manusia dan si ekonomi hehehe. 

Dari tadi kok mbulet hubungan yo? Koyok hubunganmu dengan areknya, mbulet. Wes gak popo mbulet, sing penting terus berjuang. Menungso kan ditugasi SI BOS BESAR untuk berusaha dan berjuang, hingga mendapatkan kebaikan. Gusti ALLAH lho Maha Bijaksana. Mantep!!! Oke, kita ke arti ekonomi. 

Jauh sebelum ilmuwan barat seperti Adam Smith dan kawan-kawannya membuat kajian pengetahuan tentang ekonomi. Ilmuwan muslim sekaligus bapak Sosiologi, Ibnu Kaldun telah memberikan definisi ekonomi terlebih dahulu. Kata Syeikh Ibnu Khaldun, ekonomi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang positif dan normatif. Ekonomi tidak semata tentang pemenuhan kebutuhan, tetapi turut meningkatkan kesejahteraan individua maupun masyarakat. Dalam Islam, Kanjeng Nabi Muhammad mengajarkan agar manusia menjadi subjek dalam aktivitas ekonomi. Kita perlu ingat bahwa Kanjeng Nabi merupakan seorang saudagar/pedagang. Bahkan sejak kecil pendidikan ekonomi secara praksis dienyam oleh Kanjeng Nabi sebagai subyek ekonomi melalui kegiatan dagang. Kegiatan perdagangan Kanjeng Nabi Muhammad sejak kecil yakni diajak berdagang oleh Ibunya hingga ke negeri Syam. Negara Syam bukan dekat Mekkah - Arab Saudi yang notabene merupakan wilayah sekitar kelahiran Beliau, melainkan wilayah Palestina dan sekitarnya. Dolane Kanjeng Nabi uadoh, gak ndek-ndek'an koyok awakdewe ya, hahaha. Nah, bukan saja mendapat pendidikan praktek dari ibu Beliau, namun di keluarga beliau yakni Quraisy merupakan komunitas dagang yang turut meramaikan aktivitas ekonomi di belantara tanah Arabia. Cerita tersebut mengajarkan kepada kita untuk turut aktif dalam percaturan ekonomi sejak dini. Jika sejak dini telah terlatih sebagai subjek dalam aktivitas ekonomi, maka akan terlatih pula untuk pengembangan pemenuhan kebutuhan pun demikian dengan kesejahteraan. Let's survive guys.. 

Dalam Islam, dijelaskan secara tegas dan lugas di Alqur'an bahwa Islam mempunyai prinsip ekonomi tentang proses dan target. Kalimat "halalan thoyyiban" yang artinya "boleh dan baik" merupakan cerminan dari proses dan target ekonomi Islam. Boleh dan baik sangat wajib dijadikan pedoman dalam segala aktivitas ekonomi manusia. Halal/diperbolehkan dan baik merupakan konsep proses sekaligus konsep target. Jika proses yang dilakukan secara halal dan baik, maka tidak cukup sampai disitu saja. Dalam aspek manfaat atau dampak dari aktivitas ekonomi harus halal dan baik juga. Proses dan target yang diperbolehkan dan membawa kebaikan tersebut bukan saja dalam lingkup individu dan kelompok masyarakat kecil atau lebih luas, tapi juga harus memperhatikan lingkungan yang merupakan panggung atau tempat kehidupan manusia. Berusaha agar tidak melakukan tindak merugikan manusia dan alam kira-kira dapat dijadikan patokan agar aktivitas ekonomi manusia tetap dalam ridlo insan dan dan yang terpenting adalah ridlo Ilahi. Sehingga dalam perjalanan ekonominya selalu di jalur yang tepat dan patut. 

Dalam hal ekonomi ini pula Kanjeng Nabi mengajarkan tentang konsep ikhtiar dan tawakkal. Hal ini pernah dituliskan oleh KH MA Sahal Mahfudz tentang "Islam dan Sistem Perekonomiannya". Bahwa dalam beberapa hadits Nabi secara tegas memerintahkan ikhtiar dan menempatkannya sebelum tawakal. Tawakkal sebagai suatu nilai iman yang sangat luhur tidak bisa diartikan berlawanan dengan ikhtiar, bahkan harus saling berkaitan antara keduanya. Hal ini diisyaratkan oleh Nabi ketika seorang Badui berkata kepadanya, "Aku lepas ontaku (tanpa kendali) dan aku hanya bertawakkal.” Disaatitu juga Rasullulloh dawuh, "Ikatlah dulu untamu dan kemudian bertawakkallah". Konsep ikhtiar dan tawakkal ibarat sebuah norma religus tentang berusaha terlebih dahulu hingga selesai, dan berserah diri tentang hasil kepada Gusti Allah SWT. Dari konsep tersebut pula jika dipraktekkan dalam kehidupan ekonomi, akan menjadikan manusia selalu berjuang dalam segala situasi dan kondisi.

Sebagai akhir catatan, penting kiranya kita sebagai insan perlu menyeimbangkan pola atau konsep halalan-thoyyiban dan ikhtiar-tawakkal. Keberimbangan pola atau konsep tersebut nantinya akan melatih diri untuk selalu produktif. Dalam hal ini produktivitas dalam aktivitas ekonomi, dan hasilnya berkaitan dengan keberhasilan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan. Bahasa kasarnya, dalam pergulatan ekonomi apapun posisi, jabatan, atau fungsi kita entah sebagai pemilik modal, karyawan, atau pekerja kasar, apapun itu jika konsep halalan-thoyyiban dan ikhtiar-tawakkal berjalan maka kita bekerja tidak akan aras-arasen. Jika menemui kendala dalam aktivitas golek rejeki maka nggerundelnya secukupnya saja, karena orientasi target hidup dan rohani sudah menjadi acuan. Jika sudah demikian predikat manusia yang produktif telah kita bisa dapatkan dan harus kita pertahankan bahkan terus dikembangkan serta maksimalkan segala kesempatan berkembang itu dengan baik. Ngono lho jhon. Tenang wae, aku yo sek sinau kok. Hehehe, Bismillah..


Surabaya. Kamis, 14 Juli 2022.

Oleh robert tajuddin.

Tidak ada komentar: