"SUGENG RAWUH DATENG PORO DULUR LAN BOLO....".

Laman

Rabu, 21 Desember 2016

MENUJU DKI 2017


Tugas Mata Kuliah Filsafat Sosial : Refleksi Kritis Aksi 411, 212, dan 412
 Oleh; robert tajuddin

Momen persaingan pilkada DKI Jakarta mulai dirasakan oleh publik Indonesia sejak paruh pertama tahun 2016. Hingga pada akhirnya parpol-parpol yang bersaing dalam pilkada DKI Jakarta telah menentukan pasangan calon yang akan maju bersaing dalam pesta demokrasi berupa pilkada pada tahun 2017, dalam hal ini khususnya wilayah DKI  Jakarta. Adanya momen tersebut, yang menjadi penilai berlangsungnya serba-serbi peroses menuju pilkada adalah masyarakat Indonesia secara keseluruhan, dan masyarakat DKI Jakarta secara khususnya.  Mengingat Jakarta adalah Ibukota Indonesia yang merefleksikan representasi Ke-Indonesiaan dan masyarakat Jakarta-lah penentu sosok yang berhak memimpin DKI, maka wajar bila publik Indonesia mengikuti berlangsungnya berita-berita terkait momen menuju pilkada DKI Jakarta.
Pada momen pilkada DKI Jakarta kali ini terdapat satu drama yang menjadi pewarna keberlangsungan pilkada tersebut. Ada satu peristiwa dimana Ahok yang dianggap secara sengaja menyinggung keberadaan umat Islam dengan cara menista Al Qur’an lebih tepatnya surat Al Ma’idah ayat 51. Kasus tersebut memantik adanya berbagai aksi gelombang protes yang mulanya skala kecil dan terpisah-pisah, hingga terjadinya sebuah aksi damai 411 dan aksi super damai 412. Meskipun sempat diwarnai kericuhan pada aksi 411 dan ada dugaan makar oleh beberapa publik figur seperti Sri Bintang Pamungkas dan lain-lain, aksi-aksi yang merupakan people power tersebut menunjukkan adanya kewajaran dalam Negara Demokrasi, dan dilakukan demi menjaga keberagaman hidup beragama serta menjaga keutuhan NKRI. Hingga tanggal 4 Desember 2016, terdapat aksi yang digelar oleh parpol-parpol dan tokoh-tokohnya yang berusaha merangkul rakyat dengan tema Kita Indonesia.
Ada sebuah analisis berdasarkan kacamata teori Thomas Aquinas, adanya gelombang aksi tersebut merupakan sebuah keteraturan dan takdir yang sudah digariskan secara ilahiah. Gerakan people power menuntut hukuman bagi Ahok yang dianggap menista Agama Islam dalam pandangan Aquinas, kekuasaan merupakan kepanjangan dari ketetapan Tuhan dan penguasa harus mentaati dan menyampaikan firman-firman Tuhan. Jika figur pemimpin (meskipun masih calon) menyimpang dari firman Tuhan seperti menista agama, maka masuk akal pula adanya gelombang protes tuntutan hukuman bagi pelakunya. Hingga akhirnya, meskipun masih diperbolehkan kampanye, polisi telah menetapkan ahok sebagai tersangka. Adapun aksi 412 yang dianggap syarat kepentingan politis menuju pilkada DKI, aksi tersebut terselip janji-janji calon pemimpin akan melakukan firman Tuhan dalam bingkai kebhinekaan.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Aquinas , diakses pada 22/12/2016.