"SUGENG RAWUH DATENG PORO DULUR LAN BOLO....".

Laman

Senin, 27 Desember 2021

Teknologi: Sumbangsih Ide Teknologi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata teknologi memiliki dua pengertian. Pertama, teknologi merupakan metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis atau ilmu pengetahuan terapan. Kedua, teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Nah, dari penjelasan tentang pengertian teknologi tersebut kita dapat tarik kesimpulan bahwa teknologi merupakan sebuah ide tentang alat yang menunjang dan mempermudah manusia dalam kehidupannya. Agar hidup keseharian jadi lebih praktis, ndak ruwet, ringkas, ndak mbulet kayak omonganmu, hahaa ampun yo lur. Alat penunjang untuk kemudahan itu bisa dari sarananya, bisa juga dari prasarananya. Dulur pasti sudah tau lah bedanya sarana dan prasarana itu, jadi ndak perlu saya jelentrehkan lagi bedanya. Biar gak ngetik panjang-panjang, huehehehe. 

Memperbincangkan tentang teknologi pada masa kejayaan Islam di dunia ini mungkin akan sedikit panjang, masalahnya buanyak sekali temuan atau ide dari peradaban Islam tentang teknologi. Tapi jangan khawatir, disini akan disajikan bahasan yang ringkas dan semoga bisa mendalam, langsung ke pokok bahasan, langsung ke poin inti. Sejarah peradaban Islam dilihat dari berbagai referensi, jaman Kanjeng Nabi Muhammad telah memberikan sumbangsih brilian di ranah teknologi. Jadi, mari kita simak pembahasan berikut.

Ide menarik tentang teknologi di jaman Kanjeng Nabi ini saya rasa perlu menempatkan yang pertama pada bagian literasi. Literasi itu merupakan sumber ilmu pengetahuan, sarana untuk mencari referensi, pedoman dan dasar keilmuan. Tanpa tahu pentingnya kegiatan literasi, maka mustahil pula adanya berita, catatan, hingga buku. Ada istilah buku adalah jendela dunia, jika kita ingin melihat isi dunia tanpa melakukan perjalanan, maka cukuplah kiranya membaca isi tiap halaman buku. Namun jika sekarang, melihat isi halaman-halaman buku dapat dengan mudah melalui ponsel atau gadget yang ada di genggaman tangan kita yang sudah canggih. Nah kembali ke fokus, berkaitan dengan literasi, Kanjeng Nabi telah memikirkan pentingnya aktivitas belajar melalui literatur. Bahkan Nabi Muhammad memikirkan jauh ke depan untuk kebaikan manusia sepeninggal beliau (Kanjeng Nabi). Kegiatan literasi telah digalakkan di zaman Kanjeng Nabi, jadi meskipun beliau sendiri merupakan gudang besarnya ilmu, beliau juga sebagai pegiat literasi. Hal ini ditunjukkan bahwa Kanjeng Nabi mengutus para sahabatnya untuk mengabadikan Alqur'an wahyu dari Gusti Allah SWT melalui malaikat Jibril AS. 

Itu dimaksudkan agar umat dapat belajar tentang apapun dari Alqur'an meskipun Kanjeng Nabi telah tiada. Ya walaupun alat yang digunakan untuk menulis wahyu Allah SWT masih sederhana, belum menggunakan media kertas, masih ditulis pada batang pohon, daun, batu, kulit hewan, dan lain sebagainya. Namun teknologi pembelajaran telah dilakukan. Kita harus ingat pada pepatah belajar tanpa mencatat ibarat menulis di atas air (mudah hilang tanpa bekas - lupa), namun belajar dengan membawa catatan ibarat mengukir di atas batu (ingatan ilmu akan sulit hilang). Selain itu catatan-catatan Alqur'anul Karim yang dulu masih sederhana, dan sekarang telah mengalami perubahan yang jauh lebih modern merupakan investasi membanggakan dari Kanjeng Nabi untuk manusia berupa ilmu yang manfaat. Dalam Islam pun telah dikenalkan bahwa orang meninggal itu terputus amalnya kecuali (salah satunya) ilmu yang bermanfaat. Kita harus mengamini Alqur'an tiada habisnya dikaji hingga kini dan jauh kedepan akan senantiasa menjadi sumber ilmu umat manusia khususnya muslim. Dan Kanjeng Nabi ya memang seorang Nabi itu pasti masuk surga ya. Sudah pasti masuk surga, ilmunya manfaat pula. Pancen sangar Kanjeng Nabi iki. Jempolan euy hehehe.. 

Selain ilmu pengetahuan, Kanjeng Nabi juga membuat masjid, di beberapa pemberhentian perjalanan dakwah beliau, selalu mengusahakan untuk membangun masjid. Jika dilihat dari konstruksi pembangunanya, mungkin masih sederhana yakni tiangnya dari pohon kurma, dan atapnya dari dedaunan. Namun disini yang perlu digarisbawahi bukan konstruksi dari prasarana ibadahnya, namun kita wajib melihat dari aspek fungsional atau manfaatnya. Masjid di zaman Kanjeng Nabi itu bukan tempat sholat dan berdoa saja, bukan urusan antara Allah dan menungso tok. Tapi lebih luas dari itu, masjid difungsikan sebagai prasarana belajar, berdiskusi, beristirahat, sekedar bercengkrama, hingga berbagi apapun sehingga masjid memang difungsikan untuk kebaikan umat manusia. Paling tidak semua orang sudah tau manfaat masjid atau musholla atau langgar minimal 5 kali dalam sehari digunakan umat muslim untuk berkumpul, maksimalnya ya untuk macam-macam, dadi uakeh fungsi lan manfaate lur. Mantap.. 

Ngomong-ngomong, dulur juga perlu tahu bahwa Kanjeng Nabi menerapkan teknologi pengobatan tradisional sebagai langkah cepat dalam penanganan pertama dalam kecelakaan. Diceritakan dalam situs NU Online, Kanjeng Nabi suatu ketika pernah digigit kalajengking. Usai menunaikan shalat Nabi tidak lantas wiridan tetapi langsung pergi ke dapur untuk mengambil air dan sarem (garam). Di samping itu, Kanjeng Nabi juga membacakan surat al-ihklas dan annas. Ternyata, air putih dan garam dalam ilmu kedokteran merupakan antibiotik yang bisa menolak racun. Dari kisah itu disimpulkan bahwa teknologi dapat digabungkan dalam konteks qur’an. Jika ditarik dalam konteks kekinian, ilmu pengetahuan dan agama tidak boleh dipisahkan. Agama dan ilmu pengetahuan juga tidak boleh dipisahkan.  

Teknologi di zaman Kanjeng Nabi yang lain pasti sangat banyak yang mungkin belum dibahas disini, tambahono dewe yak, para pembaca yang budiman pastinya lebih puinter-pinter kok hehehee..

Rabu, 07 Juli 2021

Sistem Sosial Kemasyarakatan ala Islam: Kedudukan Manusia Sama di Hadapan Allah SWT.

Oke, mulai masuk ke sistem ya, haduh-haduh. Tenang ojo digawe ngelu disek, hahaha.. Gini lur. Melihat sistem sosial kemasyarakatan yang ada, kita tahu ada berbagai macam hal berkaitan dengan itu. Kita tau tho, ada strata sosial biasanya dari tingkat ekonomi hingga hubungan biologis atau keturunan, maupun komunitas atau relasi, dan lain-lain. Jadi golongan masyarakat itu biasanya dilihat dari mergawe opo, penghasilane piro, keturunan atau anake sopo, bisa juga tentang relasi kelompok (kancane sopo, dan gumbulane sopo, dan lain sebagainya). Ada pejabat atau pemerintah hingga penguasa, pegawai, aparat-aparatur, golongan pendapatan atas-tengah-bawah, hingga hubungan dengan siapa (kancane sopo), dan lain-lain. 

Nah, kita coba sambil mengingat ke sejarah Islam berkaitan dengan sistem sosial kemasyarakatan yang ada itu idealnya seperti apa. Di zaman Kanjeng Nabi Muhammad SAW pernah ada kesepakatan bersama antara Islam dengan komunitas Yahudi, Nasrani, masyarakat dengan kepercayaan lokal dan lain sebagainya dalam bingkai Piagam Madinah. Kanjeng Nabi Muhammad berhasil menyatukan carut-marut, meluruskan kembali benang yang kusut dan mbulet, melegakan dahaga perdamaian-ketentraman-kerjasama. Jadi Piagam Madinah itu isinya sebuah kesepakatan para warga muslim dan non-muslim di Madinah adalah satu bangsa. Masyarakat Yahudi, Nasrani, dan lainnya dilindungi dari segala bentuk penistaan dan gangguan. Sehingga dari kesepakatan Piagam Madinah tercipta sebuah kontrak sosial untuk menjadi bangsa yang integral (satu kesatuan), saling melindungi, saling bekerjasama tentu untuk kebaikan bersama, dan tidak homo homini lupus (menjadi serigala pemangsa bagi sesama atau lainnya). Gitu ndes.. 

Ya itu satu contoh kasus aja sih berkaitan dengan dengan sistem sosial dan kemasyarakatan dalam Islam itu semuanya ideal (btw contoh kasus lainnya buanyak, golekono dewe ae, hahaha). Buktinya ya tadi, perlu adanya kesepakatan bersama untuk kebaikan bersama. Mengenai kelompok-kelompok sosial masing-masing tetap bisa menjalankan aktivitas profan dan sakralnya sendiri-sendiri. 

Kowe mergawe opo, hasil e piro (akeh utowo sitik), kowe anak e sopo, pengaruhmu gede utowo cilik, kancamu sopo wae, sing penting laku uripmu apik. Kan enak, coro Islam iki sistem opo wae iso melbu, kanan-kiri oke, jalan tengah yo masuk, sepanjang menggunakan pertimbangan yang baik, humanis, ramah lingkungan, pokok e membawa aspek manfaat yang maslahat. Intine pedomane jelas, kedudukan manusia itu sama dihadapan Allah SWT. Ngono lho rek.. Sip ya..!!!

Pengetahuan: Wahyu Pertama - Iqro'

Iqro'. Ya, itu. Jika kita membaca atau mendengar kata ~iqro'~, dalam benak dan pikiran kita wabil khusus ummat Islam mungkin di Nusantara atau dimanapun berada yang pernah tau aja atau pengalaman mengaji Iqro', langsung terbayang dengan jenjang mengaji Al Qur'an dan Ilmu Tajwid (ilmu cara membaca Al Qur'an dengan tartil) tingkat dasar. Nah, sebetulnya berhubungan dengan mengaji Iqro' yang merupakan jenjang mengaji Al Qur'an dan Tajwid tingkat dasar, kata ~iqro'~ sendiri memiliki arti "bacalah". Nah, berarti kata "bacalah" tersebut berhubungan dengan kata baca, membaca, belajar, sinau, mengerti, memahami, hingga seterusnya mungkin pada sampai tataran mengembangkan, evaluasi, dan seterusnya. Kita harus tahu juga kata ~iqro'~ itu merupakan wahyu pertama kali Gusti Allah SWT kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW lho. Ada dalam Al Qur'an ayat pertama Surah Al'alaq, bunyinya gimana? Ya jelas lho, ~iqro'~. Hemm mantap. 

Jadi dari awal kali Kanjeng Nabi Muhammad diangkat menjadi Rosul itu diperintahkan oleh Allah SWT untuk membaca guys. Kita semua tau bahwa membaca itu bisa dikatakan gerbang pertama untuk belajar. Kita belajar tentunya bukan untuk terpuruk, melainkan untuk menjadi lebih baik. Ada kalimat legend lho, "Membaca Membuka Jendela Dunia". Membaca arahnya pasti belajar, mengerti, atau memahami. Dari membaca, kita tau tujuan. Tujuan hidup, tujuan mencari kebahagiaan, dan tujuan baik lainnya. 

Kembali lagi dengan fungsi membaca/belajar untuk menjadi lebih baik. Jika kita mempelajari tokoh-tokoh di seluruh dunia berhasil dalam kiprahnya itu berawal dari membaca/belajar. Sebagai contoh tentang tokoh-tokoh yang berhasil dalam kiprah dan pengaruhnya ada Kanjeng Nabi Muhammad dengan Islamnya, Sayyidina Umar yang masyhur dengan kepemimpinannya yang sangat adil, Sayyidina Ali yang dijuluki oleh Kanjeng Nabi sebagai gerbangnya Ilmu, Ibnu Battutah dan Ibnu Rusyd yang berhasil berkeliling dunia dengan beragam catatan perjalanannya, Ibnu Khaldun yang merupakan Bapak Ilmu Sosial, Ibnu Sina sang ahli medis dan filusuf yang dijuluki Bapak Kedokteran Modern, Sultan Harun Al Rasyid yang terkenal bijaksana melalui cerita Seribu Satu Malam, Shalahuddin Al Ayyubi Sang Singa Padang Pasir yang ahli dalam strategi militer. 

Lha tokoh Indonesia-ne endi? Hoiyo ojo kuwatir. Di Indonesia ada Mbah Yai Hasyim Asy'ari dengan organisasi Nahdlatul 'Ulama dan KH. Ahmad Dahlan dengan Organisasi Muhammadiyah dimana kedua pengaruh organisasi tersebut dari jaman Belanda hingga Jaman Sosial Media masih selalu eksis dan pengaruhnya sangat besar dalam berbagai hal. Bahkan sejarah perkembangan modernitas dunia dengan segala hingar-bingarnya ini salah satu yang memberikan sumbangsih utama adalah umat Muslim. Itupun masih sebagian kecil tokoh Muslim yang saya ingat. Artinya apa, tidak mungkin keberhasilan tokoh-tokoh tersebut dalam kiprahnya tak lepas dari pintu gerbang utama kemajuan, yakni membaca/belajar. Para tokoh tersebut senantiasa belajar, mencoba, berkembang, maju, membuat sejarah, dan memberika kebaikan. Itu semua berawal dari belajar, iqro'/membaca. 

Nah, kan sudah dikatakan di awal tadi bahwa  kata "Iqro' - bacalah" berhubungan dengan kata baca, membaca, belajar, sinau, mengerti, memahami, hingga seterusnya mungkin pada sampai tataran mengembangkan, evaluasi, dan seterusnya hingga pada proses yang lebih baik. Dalam Islam tuntunan kelanjutan dari membaca itu ada juga. Opo jajal? Nhaa.. Kita sudah diberi challenge/tantangan, tuntutan, sekaligus perintah dari Gusti Allah SWT melalui ayat "afalaa tubshiruun - apakah kamu tidak melihat?", "afalaa ta'qiluun - apakah kamu tidak menggunakan akal?", dan "afalaa tatafakkaruun - apakah kamu tidak berfikir". Guys, itu jelas dari kata melihat, kita itu diajak dan ditantang oleh Gusti Alloh untuk membaca-mempelajari apa yang kita lihat, lalu kita gunakan akal kita untuk berfikir. Berfikir untuk kebaikan, untuk maju, untuk bahagia dan meberikan keindahan. 

Umat Islam sebetulnya jika mau membaca sejarah di masa lalunya, banyak sekali torehan prestasi yang telah dicapai dan dari membaca sejarah kejayaan Islam di masa lalu itu bisa digunakan untuk semangat maju lebik baik di masa kini. Mulane tho, ojo males sinau, ojo males belajar, iso-o moco keadaan. Aku iling Dawuh Cak Nun yang berkorelasi dengan tulisanku iki kiro-kiro ngene, "membaca kebenaran, melakukan kebaikan, membagikan keindahan". Dadi opo wae apik, terus belajar, terus berkembang lebih baik dari sebelumnya, berlaku baik, dan menciptakan keindahan. Ojo lali disamping perintah "Iqro' - bacalah/membaca/belajar", ada kalimat "bismi Robbikalladzii kholaq - dengan menyebut Tuhan penciptamu". Kira-kira artinya selalu hadirkan kebesaran Gusti Allah SWT dalam proses hidupmu, agar proses yang kita lalui selalu dapat kita ambil hikmahnya dengan baik, sehingga selalu dalam keindahan rahmahNya. Wallahu a'lamu bisshowabe'.

Sabtu, 13 Februari 2021

Pembahasan: A. Unsur Kebudayaan Islami masa Kanjeng Nabi SAW

1. Bahasa Komunikasi (Bertutur kata ala Kanjeng Nabi)

Bahasa dalam pengetahuan kita bersama merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk menyapa, menjawab, mengartikulasikan sesuatu dengan kata, dan pada intinya bahasa merupakan alat berinteraksi dalam wujud tutur kata. Manusia berkomunikasi dengan sesama manusia entah dengan keluarga, teman, masyarakat, dan bahkan musuh ya menggunakan alat yang namanya bahasa ini. Dalam hal estetika atau bentuk keindahannya, orang melihat bahasa secara estetis itu dengan merasakan kenyamanan apa yang terucap atau tertuang melalui bahasa. Kita, oh tidak. Sebaiknya ya saya saja. Kasarannya kok mau ngajak yang lain untuk sama dengan saya hahaha. Jelek-jelek begini saya sebagai orang awam juga mampu lho memahami bahasa itu puitis, ilmiah, pencitraan, halus, kasar, sopan, termasuk bahasa sok-sok'an, cengengesan dan lain-lain banyak lah saya bisa memahami maksud apa yang dituturkan melalui bahasa tertentu. Nah kembali lagi ke estetika bahasa tadi, keindahan bahasa itu tergantung cara orang itu membahasakan atau mengolah bahasa, tergantung kondisinya juga apakah orang yang bertutur maupun yang diajak bertutur itu dalam situasi sumpek dan pikiran serasa panas menuju mbeledos heuheuheuuu bisa juga mempengaruhi keindahan bahasa. Nah dari tadi kok ngomong ngalor-ngidul ndak menuju pada poin pembahasan. Biarin, biar kata-katanya banyak jadi halaman bahasan juga banyak hahahaha, damai lur-telur eh lur dulur..  

Oke jadi begini pren.. Bahasa yang digunakan Rasulullah SAW itu merupakan bahasa Arab. Bahasa Arab sendiri telah ada sebelum lahirnya Rasullullah SAW. Jadi bisa diartikan bahasa Arab merupakan salah satu unsur budaya pada masyarakat yang secara geografis hidup dan menghidupi sekitaran Semenanjung Arab. Tapi saya ndak bahas lebih dalam seputar Bahasa Arab karena saya sendiri aja gak tau banyak, taunya hanya Bismillah dan Alhamdulillah saja. Jadi sebetulnya mau ane bahas disini adalah bertutur kata ala Kanjeng Nabi Muhammad alias Baginda Rasullullah SAW. Soalnya apapun bahasanya yang penting kan estetikanya, nanti goalnya itu pada hasil komunikasinya.   

Dikisahkan bahwa Kanjeng Rosul SAW itu dalam berbahasa, dalam bertutur kata, dalam berkomunikasi dan interaksi selalu menggunakan bahasa yang baik, dengan cara yang akhlaq santun, selalu mengatakan apa adanya, tidak diada-adakan, dan selalu bisa mengimbangi lawan bicara tapi bukan debat, melainkan keharmonisan berkomunikasi. Jadi jangan disamakan dengan pencitraan saat kampanye lurah hingga presiden, ndak kasar sama sekali layaknya wong arep gelut hahaha.  

Saat berkomunikasi dengan sang istri, Kanjeng Nabi Muhammad selalu bertutur dengan cara ala suami idaman, pokoknya so sweet. Memanggil Siti 'Aisyah dengan julukan "Khumairah (merah)" maksudnya "merona". So sweet kan.. Bojomu atau calon bojomu mbok juluki opo lur? Xixixi.. Kembali ke Kanjeng Nabi tadi bahwa penting sekali menjaga komunikasi yang baik dengan istri menggunakan bahasa yang santun dan memuji. Pelajarannya adalah jika komunikasi yang baik dengan istri atau keluarga tidak dijaga dengan betul, maka tidak akan terjalin harmonisasi dalam ikatan family.  

Bersama kerabat (hubungan pertemanan), ada kisah dari Anas bin Malik RA yang menjadi asisten Rasulullah. Jadi selama menjadi sahabat Rasulullah SAW, Anas bin Malik ini mengaku tidak pernah dibentak maupun dimaki dengan kasar oleh Kanjeng Nabi lho. Bahkan saat Anas bin Malik melakukan kesalahan, Rasulullah menegur dengan cara yang santun dan lembut. Hal ini menunjukkan bahwa bertutur dengan santun merupakan kekuatan untuk mempertahankan hubungan kekerabatan (pertemanan) bahkan dengan masyarakat secara umum sekalipun.   

Kebiasaan santun Kanjeng Nabi saat berkomunikasi juga diakui oleh musuh beliau lho. Gak koyok awak dewe sekali duwe musuh, pengakuan terhadap kita gak ada baiknya. Yo maklum wong uduk Nabi og, yo bener seh wkwkwk, tapi sebisa mungkin berusaha meneladani akhlaq Kanjeng Nabi. Oke, kembali lagi. Ada cerita dari peristiwa Fathu Makkah yaitu saat umat Islam memegang kendali atas kota Mekkah. Jadi Rasulullah SAW selalu menekankan pada muslimin untuk menghormati keberadaan orang-orang kafir Quraisy serta tidak mengganggu harta mereka, serta tidak berlaku sewenang-wenang. Kanjeng Nabi juga dawuh  “Janganlah kalian saling menzhalimi (sesama muslim atau dengan umat agama lain), karena itu merupakan kedzoliman yang dilarang oleh Allah SWT". Nah loh.. Himbauan Kanjeng Nabi itu sudah jelas. Beliau selalu mengajak untuk menjaga kerukunan walaupun baru selesai berkonflik.   

Ada lagi nie, cerita dari sahabat Nabi SAW yakni Qais bin Saad RA dan Sahal bin Hunaif RA bahwa suatu saat Kanjeng Nabi SAW pernah dilewati iring-iringan jenazah, lalu Kanjeng Nabi berdiri. Kemudian mereka berdua mengatakan "Jenazah itu Yahudi", maka saat itu juga Rasulullah SAW menjawab, "Bukankah ia juga manusia?". Apa yang disampaikan Kanjeng Nabi SAW itu selalu bermaksud untuk menjaga keharmonisan hubungan sesama manusia.

Oooo ini, ada cerita lagi. Orang yang memusuhi Kanjeng Nabi ada yang bernama Ghaurats. Jadi beberapa saat seletah perang Dzaturriqa, Gausrats itu gagal membunuh Kanjeng Nabi karena pedangnya jatuh, hahaha entah karena kesleo tangannya atau bagaimana pokoknya atas kuasa Allah SWT. Lalu Kanjeng Nabi mengambil pedangnya kemudian mengarahkan ke Gaurats dan dengan santun mengajak masuk Islam. Namun Ghaurats menolak dan berjanji untuk tidak memerangi Islam lagi, kemudian Nabi membiarkannya pergi. Lalu sesampai di wilayah kabilahnya, Gaurats mengatakan, "Aku baru saja bertemu dengan manusia terbaik". Wih, sangarrr.. Hingga musuhnya saja mengakui kebijaksanaan dan kebaikan Kanjeng Nabi SAW.   

Dulur.. Dari kisah-kisah tersebut, betapa pentingnya mahir dalam bahasa komunikasi disertai akhlaq yang baik untuk melahirkan harmonisasi sosial. Tanpa kearifan tutur kata dan sikap, jangankan musuh, orang di sekitar kita saja segan untuk berinteraksi dengan kita. Kemahiran cara berkomunikasi ala Rasulullah SAW tersebut menunjukan tingkat intelektualitas beliau sangat tinggi, yakni arif dalam memposisikan diri, bisa bergaul dengan siapa saja dengan cara komunikasi yang sesuai dan baik. Sehingga hal tersebut sangat memungkinkan Kanjeng Nabi SAW mempunyai ummat (Islam) yang banyak dan mencintai beliau dan jumlahnya terus berkembang hingga kini. Subek-hanalloh..